Selasa, 21 Desember 2010

Sabda Pujangga

Ingin kupatahkan pena

Tak lagi puisi tercipta

Kembalikan mimpi dibintang malam

Juga warna diseribu bunga

Hanya jika

Berlabuh ini cinta

Tiada sepanas api

Bila asmara nyalakan bara

Tiada sedingin salju

Bila rindu merayu pilu

Demi kekasih

Menunggu sampai

Lautan tak rabai pantai

Atau mentari senja tiada menepi batas cakrawala

Kau

Setiap untai kata indahku hilang arti

Meski ribuan sudah tertulis, coba

Terka indah

Kau punya

Bagai buih disapu gelombang

Bagai debu ditiupan angin

Kau

Bilakah kupatahkan pena

Labuhanku

Hanya

Di cinta

Mu saja


(020607)

Sang Pujangga

Sisa rintik hujan menerpa

Sajak sepi tanpa nama

Mengurai tatap liar angin

Terpa ranting air mata kosong

Keterasingan menyayat

Sangat

Rindu mengadu sendiri

Kau

Siapa menunggu siapa

Berulang hari redup terang

Dunia datang mengilang

Syair saja penghias kata

Semerbak harum pada wangi

Sepanas bara pada api

Kau

Siapa menunggu siapa

Sejauh titian jalan

Setinggi pautan harap

Selalu saja mendekat ingin

Berserah sudah tertawan hati

Kau miliki

Pun sajak sepi tanpa nama ini

Ialah...

Aku


(030308)

Minggu, 12 Desember 2010

Hanyut

Biar rupa tiada
Terhempas rasa
Terburai
Rindu kah sampai
Bila jiwa pada mulanya
Mencari sembunyian pada
Dirimu saja
Hanyut
Memadu kalut
Cemas-harap
Lepas-tangkap
Sua kah kita
Ini jiwa pinta mulanya
Satu semesta

(011206)

Datanglah Sesukamu

Ah, kerling tatapmu sendu
Begitu merayu
Kenapa kau ingin kembali
Merapat di sisi hati
Jangan permainkan rasa
Aku tak bisa
Tapi
Jika itu bisa tepiskan sedihmu
Menepilah disisiku
Dan kau bebas pergi kapanpun kau mau
Biarlah waktu sirnakan ragu
Hanya diriku yang mampu
Jadi tawamu
Nyala apimu
Ya, singgahlah kapan pun kau suka

Pandanglah matahari itu
Aku ingin seperti dirinya
Lihatlah deras deraian hujan
Aku pun ingin jua begitu
Tulus memberi
Meski mungkin kau tak pernah mengerti

Ah, kerling tatapmu sendu
Andai saja ku mampu lihat air matamu.

(251206)

Kerinduan

Biarkan awan itu berarak pulang
Ditemani nyanyian sunyi Burung-burung
senja. Warna lembayung mulai tergantung,
merayu malam datang menyapa. Jangan
ditanya apakah rembulan menemani, ini
malam yang sepi.
Langit lapang
Hati menerawang, hilang meninggi,
menyibak tabir semesta, apakah kekasih
ada di sana.
Bimbang
Harapcemas
Tangkaplepas
Rinduselalu
Padamu
Seperti sungai pada lautan
Seperti api pada matahari
Di sini letih tak punya arti
Sebab tulus jiwa menanti
Hingga segala menyatu
Bersama waktu

090107

Jangan Pernah Padam

Kulihat kau berdiri diterpaan badai,
perlahan melangkah menuju cita hidupmu,
meraih mimpi cintamu. Kulihat senyum
ketulusanmu ditatap ujian hidup merasuk
menembus pori-pori tekadmu, api
semangatmu.
Tahukah kau? saat dunia mencibirku,
kerdilkan aku, kulihat kau disana
dengan nyala apimu, buatku pantang jadi
pecundang, buatku berlari lalui
rintang, sulut api jiwaku yang redup
sementara.

Masih kulihat kau berdiri diterpaan
badai dan kini aku di sisimu, tapi
langkahmu mulai sayu. Jangan pernah
padam duhai sahabat, jalan kita masih
panjang, masih banyak likuan yang kan
kita tempuh. Tak semua mimpi kan
menjelma nyata, ia tersimpan hingga
nanti saat kita tiba diujung jalan,
saat kita pulang.

Biar kunyalakan kembali bara apimu,
kukuhkan langkahmu dan kita kan
berlari.Hari bukan hanya ini, masih
banyak lagi. Aku akan selalu disini,
pada riangmu, pada laramu, bagi
bebanmu, biar kupikul dipundakku, kita
harus terus menyala.

Jangan pernah padam, duhai sahabatku....
Tak semua mimpi bisa terwujud di sini.

250107

Antologi Oktober-November 2009

(I)
Usah kau sembunyikan tatapan
Sebab cinta akan bicara dengan bahasanya
Meski jauh kau karamkan dalam hati
Ia kan bersenandung dimatamu
Jangan salahkan keraguan
Bukankah kita semua sedang berharap baik
Akan kasih tibanya kesetiaan
Prasangka hanya akan buat kita terluka
Dan aku tak bisa memberi janji
Sebab asmara bisa datang dan pergi
hanya ruang dihatimu selalu kurindu
luluh segala keluh
Jika ini kali kau jujurkan diri
Padaku kan kau temui tempat berbagi.

(II)
Lantas kau bertanya waktu pada diriku
Bila esok mungkin berpaling
dan sedih berbilang
Aku ialah sungai mengalir pada samudera hatimu
Aku api dimataharimu
Aku lembayung saat senja menghampirimu
Temani kisahmu meski terjaga selama 1001 malam
Mengertilah dirimu akan kesungguhan
Sebelum rasaku hampa dalam ragumu.

(III)
Mungkin kita perlu kembali mengerti
Bilamana cinta kan temui jalannya sendiri
Seperti sungai kecil jua kan muara pada samudera
Lelah ini begitu menghantui
Kadang kita bersembunyi di balik dogma
Surut langkahku, lekang jerihku
Mungkin kita memang sebatas belajar untuk mencinta
Sejauh apapun jalan kulalui
Tanpa ketulusanmu, segala hanya kesiasia-an
kaulah api di matahariku.

(IV)
Duhai juwita diuntaian cahaya rembulan
Sekian kali kulukis wajahmu pada dinding malam
Seraya kuterka apakah jua disana kau pikirkan aku
akan asmara kita terjal penuh liku
Apakah sudah kau berserah
Jangan lagi kau kabarkan air mata itu
Hanya buatku semakin rapuh
Jika memang harus akhiri percintaan
Izinkan namamu kusemat diruang hati
Jadikan penawar sepi
Kau
Tak sanggup ku berkata lagi.